Rabu, 28 Desember 2011

AYO SIAGA BENCANA

PMI dalam Merespon Bencana

PMI dalam Merespon Bencana
Berbagai faktor geografis, gelologis, dan demografis sangat mempengaruhi kondisi wilayahIndonesiasehingga frekuensi bencana alam sangat tinggi. Sesuai dengan tugas dan fungsi organisasi, Palang Merah Indonesia berkewajiban memberikan pertolongan dan bantuan pada fase darurat kepada yang membutuhkan secara profesional berdasarkan prinsip dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Internasional. Kegiatan respon bencana yang diutamakan PMI meliputi evaluasi penyelamatan korban dan pertolongan pertama dengan memprioritaskan kaum rentan, seperti ibu hamil/menyusui, anak-anak, dan manula.
Penanganan bencana akan dilakukan beberapa unit, seperti: unit Assessment; unit medis (medical action team); unit ambulans; unit dapur umum lapangan; dunit distribusi bantuan bencana; unit penampungan darurat (shellter); unit pemulihan hubungan keluarga; serta unit fungsional pendukung operasional, yang terdiri atas administrasi, keuangan, humas, logistik, dan teknologi informasi. Tahapan bantuan penanganan bencana PMI:
1.   Upaya tanggap darurat lapis pertama dilakukan di tingkat PMI Cabang, yang dapat membangun Posko Tanggap Darurat Bencana PMI Cabang atau Posko PMI Cabang dengan mendayagunakan unsur-unsur pengurus, staf, dan satgana/relawan. Untuk operasional tanggap darurat bencana berbasis masyarakat, khususnya di desa/kelurahan rawan bencana, PMI Cabang/PMI Ranting memobilisasi anggota TSR/PMI di tingkat desa/kelurahan serta anggota masyarakat terlatih binaan PMI dalam wadah Tim SIBAT (Siaga Bantuan Berbasis Masyarakat).
2.   Jika skala bencana melampaui kapasitas PMI Cabang setempat, PMI Daerah dapat diminta bantuan untuk mengkoordinir bantuan baik dari PMI Cabang lain di wilayahnya maupun pihak terkait lainnya. Bantuan ini merupakan upaya tanggap darurat lapis kedua. PMI Daerah dapat mendirikan Posko Tanggap Darurat Bencana PMI Daerah atau Posko PMI Daerah dengan mendayagunakan unsur-unsur seperti yang disebutkan pada poin sebelumnya.
3.   Jika skala bencana melampaui kapasitas PMI Daerah setempat, PMI Pusat dapat diminta bantuan untuk mengkoordinir bantuan dari PMI Daerah lain maupun pihak terkait lainnya. Bantuan ini menjadi upaya tanggap darurat lapis ketiga. PMI Pusat dapat membentuk Posko Tanggap Darurat Bencana PMI Pusat atau Posko PMI Pusat.
4.   Jika skala bencana masih melampaui kapasitas PMI Pusat, sumber daya Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional dapat diminta bantuan ataupun pihak terkait lainnya di tingkat nasional maupun internasional. PMI sebagai organisasi sosial kemanusiaan diharapkan mampu memberikan pertolongan dengan cepat dan tepat demi mengurangi beban yang diderita korban bencana. (DM)
Keterlibatan Palang Merah Indonesia dalam Perubahan Iklim
PMI memiliki mandat untuk memberikan pelayanan langsung tanggap darurat untuk bencana alam dan konflik kepada para korbannya. Bertumpu pada mandat tersebut, pelayanan PMI difokuskan terhadap dampak kemanusiaan yang timbul sebagai akibat dari bencana. Dengan kecenderungan meningkatnya frekuensi bencana sebagai dampak dari perubahan iklim, PMI tidak mempunyai pilihan lain selain melakukan upaya adaptasi perubahan iklim dengan menyiapkan diri dan masyarakat dalam menghadapi dampak dari perubahan iklim tersebut. Dalam rangka mengintegrasikan adaptasi perubahan iklim dalam pelayanannya.
 Strategi PMI dalam mengurangi risiko dan dampak bencana melalui upaya adaptasi perubahan iklim melalui langkah-langkah sebagai berikut: (1) melakukan advokasi, penyadaran dan orientasi mengenai adaptasi perubahan iklim, (2) mengembangkan strategi, pendekatan dan alat mengenai adaptasi perubahan iklim, (3) mengintegrasikan adaptasi perubahan iklim dalam managemen bencana dan program berbasis masyarakat. (4) mempromosikan adaptasi perubahan iklim melalui kesiapsiagaan bencana dan perilaku kesehatan Mengintegrasikan Adaptasi Perubahan Iklim dalam Program PERTAMA.
 Melalui dukungan dari Federasi Palang Merah dan Bulan Sabit Internasional (IFRC), Palang Merah Belanda (NLRC) dan Palang Merah Jerman (GRC), PMI berupaya untuk mengintegrasikan komponen adaptasi perubahan iklim dalam Program Pengurangan Risiko Terpadu Berbasis Masyarakat (PERTAMA) dengan melaksanakan pilot program di 4 (empat) Kelurahan di Jakarta Barat dan Jakarta Timur sejak tahun 2005. Mengkomunikasikan perubahan iklim kepada Pengurus, Staf, Relawan PMI dan masyarakat merupakan tantangan. Serangkaian orientasi telah dilaksanakan dan banyak media seperti brosur, film, spanduk, dll telah dibuat untuk menyediakan informasi mengenai perubahan iklim. Dalam prakteknya masyarakat mampu menyerap informasi mengenai perubahan iklim sesuai dengan kontek lokal, yaitu dengan menghubungkan fenomena cuaca dengan perubahan iklim Asesmen Perubahan Iklim di Masyarakat Masyarakat adalah ahli terhadap ancaman, risiko, kerentanan dan kapasitas yang dialaminya dalam konteks perubahan iklim. Melalui serangkaian perangkat asesmen yang telah dikembangkan oleh PMI seperti VCA (Vulnerability and Capacity Assessment), PHAST (Participatory Hygiene and Sanitation Transformation), pemetaan, masyarakat difasilitasi untuk mengidentifikasi fenomena perubahan iklim yang tidak lazim serta kecenderungannya selama beberapa tahun terakhir. Rencana Kedepan Dengan dukungan dari Federasi Palang Merah dan Bulan Sabit Internasional (IFRC) dan Perhimpunan Nasional, PMI berkomitmen untuk mengintegrasikan Adaptasi Perubahan Iklim dalam Rencana Strategi PMI. Langkah selanjutnya bagi PMI adalah mengkaji kembali kegiatan-kegiatannya seperti tanggap darurat bencana, kesiapsiagaan bencana, air dan sanitasi, kesehatan, pembinaan PMR dan relawan, advokasi dan sosialisasi dan lain-lain serta melakukan penyesuaian dalam konteks perubahan iklim. (DM)
PMI dalam Pengurangan Risiko Dampak Bencana
PMI dalam Mengurangi Risiko Dampak Bencana telah melaksanakan Program Pengurangan Risiko Terpadu Berbasis Masyarakat (PERTAMA) sejak tahun 2002 di 13 provinsi yaitu di Lampung, Sumatera Barat, Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Kalimantan Selatan, Bali, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat dan Sulawesi Utara. Program PERTAMA merupakan program berbasis masyarakat yang mendorong pemberdayaan kapasitas masyarakat untuk menyiagakan diri dalam mengurangi risiko dan dampak bencana yang terjadi di lingkungannya. Tahapan Program PERTAMA Secara kronologis, Program PERTAMA dimulai dengan seleksi area. Daerah yang dipilih adalah yang dinilai paling rawan bencana dan adanya komitmen dari masyarakat untuk mengembangkan kemampuan dan sumber dayanya. Selanjutnya PMI bersama masyarakat melakukan VCA (Vulnerability and Capacity Assessment) atau Kajian Kerentanan dan Kapasitas dengan menggunakan alat PRA (Participatory Rural Appraisal). Survei dasar (baseline) dan PSK (Pengetahuan, Sikap, dan Ketrampilan) menjadi tahap berikutnya untuk mengetahui tingkat pengetahuan, sikap, dan keterampilan masyarakat di lokasi-lokasi Program PERTAMA akan dilaksanakan.

Pengembangan kapasitas
Untuk meningkatkan kapasitas PMI dan masyarakat dalam menjalankan Progam PERTAMA, PMI merekrut dan melatih Korps Sukarela (KSR) serta Tim Sibat (Siaga Bencana Berbasis Masyarakat) yang ada di masyarakat. Korps Sukarela dan Tim Sibat bersama masyarakat melakukan pemetaan ancaman, kerentanan, risiko, dan kapasitas, yang menjadi salah satu bahan pembuatan rencana aksi. Rencana Aksi Pengurangan Risiko dibuat secara bottom up dan melibatkan partisipasi penuh dari masyarakat, kemudian diadvokasi dan disosialisasikan kepada Pemerintah Daerah setempat untuk mendapatkan dukungan teknis dan pendanaannya. Pencapaian Program PERTAMA Penanggulangan Bencana. Masyarakat telah meningkat kemampuannya sebagai first responder dalam tanggap darurat dan melaksanakan mitigasi terhadap bencana. Berbagai upaya pendidikan, pelatihan, dan simulasi telah dilakukan untuk memperkuat ketrampilan membuat peta rawan bencana, menentukan jalur evakuasi dan sistem peringatan dini berbasis masyarakat. Pengembangan Kapasitas. Pendidikan dan pelatihan berjenjang diberikan kepada staf dan relawan PMI, sehingga mereka mampu melakukan upaya penyadaran dan mobilisasi masyarakat, melakukan sosialisasi dan advokasi, sekaligus menjalin kemitraan dengan Pemerintah Daerah dan para pemangku kepentingan. Kesehatan. Dengan fasilitasi dari KSR dan Sibat, telah dilakukan upaya penyadaran mengenai hidup bersih dan sehat, perbaikan sarana air bersih, pencegahan penyakit yang disebabkan oleh sanitasi buruk, lingkungan yang kotor, air limbah, dan lain-lain. Ekonomi. Walaupun pengentasan kemiskinan bukanlah bidang kegiatan dari PMI, akan tetapi sebagai salah satu upaya untuk mengurangi kerentanan masyarakat, maka sumber-sumber penghidupan masyarakat perlu dilindungi.

Implementasi
Program PERTAMA di PMI Cabang Jakarta Barat dan Jakarta Timur telah mendorong terbentuknya koperasi serta tabungan di masyarakat sebagai upaya pengurangan risiko di bidang ekonomi. PMI Cabang Lampung Barat mencoba mengatasi ancaman tanah longsor di Desa Suoh dengan menanami lereng dengan bambu dan pohon-pohon perdu. Dan di Kabupaten Polewali Mandar, masyarakat melakukan penanaman pohon bakau di sepanjang pantai untuk mengatasi ancaman abrasi. Sejak munculnya bencana sebagai dampak dari perubahan iklim, pada tahun 2005 Program PERTAMA mendapat dukungan Red Cross/Red Crescent (RD/RC) Climate Center berkomitmen untuk membantu masyarakat dalam mengembangkan kapasitas dalam mengintegrasikan komponen perubahan iklim melalui kegiatan penyadaran, aksi, advokasi, dan analisis. Pengarustamaan. Konsep, strategi, dan pendekatan Program PERTAMA telah diintegrasikan dalam Rencana Strategis PMI tahun 2004-2009. PMI juga telah melakukan pengembangan manual dan panduan pelatihan PERTAMA, manual dan panduan pelatihan VCA, manual dan panduan pelatihan Pemetaan, serta media KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) untuk mendukung perubahan perilaku masyarakat. (DM)

Ayo Siaga Bencana
Anak-anak merupakan salah satu kelompok rentan yang paling berisiko terkena dampak bencana. Kerentanan anak-anak terhadap bencana dipicu oleh faktor keterbatasan pemahaman tentang risiko-risiko di sekeliling mereka, yang berakibat tidak adanya kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana. Salah satu upaya yang telah PMI lakukan untuk mengarusutamakan kesiapsiagaan bencana dan pengurangan risiko dalam pendidikan sekolah adalah melalui mobilisasi jaringan Palang Merah Remaja (PMR) dan relawan yang tersebar di 33 provinsi. Mulai 2006 PMI telah menjalankan program Sekolah Siaga Bencana. Program ini adalah upaya PMI untuk mempromosikan konsep kesiapsiagaan bencana dan pengurangan risiko bagi anak dan remaja sekolah melalui pengembangan program pemanfaatkan pendidikan ekstrakurikuler yang diterima oleh PMR serta menggunakan pendekatan kelompok remaja sebaya. PMR, sebagai anggota remaja PMI mempunyai peran dan peluang memengaruhi kelompok sebayanya, baik di sekolah maupun luar sekolah, untuk meningkatkan ketrampilan hidup sehingga dapat mengurangi masalah kesehatan serta dampak yang ditimbulkan akibat bencana. Anak dan remaja bersama-sama bertukar informasi, mengidentifikasi masalah, merancang dan membuat kesepakatan solusi melalui kegiatan dan perilaku pengurangan risiko. Perilaku positif yang diawali sejak dini akan berdampak pada peningkatan kualitas hidup mereka di masa mendatang dan memberikan pengaruh kepada perilaku positif orang dewasa.
Pencapaian Program Sekolah Siaga Bencana
1.       Konsep, strategi, dan pendekatan Sekolah Siaga Bencana telah diperkenalkan dan diintegrasikan dalam Program Pengurangan Risiko Terpadu Berbasis Masyarakat (PERTAMA) di 13 provinsi.
2.       Peran PMR sebagai peer leader (model), peer support (dukungan) dan peer educator(pendidik sebaya) untuk pengurangan risiko, serta memfasilitasi kegiatan-kegiatan pengurangan risiko pada anak dan remaja.
3.      Anak dan remaja telah dilibatkan dalam proses pengkajian, pengambilan keputusan, perencanaan, pelaksanaan kegiatan pengurangan risiko.
4.       Mendukung sosialisasi strategi pendidikan remaja sebaya dalam kesiapsiagaan bencana dan pengurangan risiko, PMI telah memproduksi manual Ayo Siaga Bencana bagi PMR, panduan fasilitator Ayo Siaga Bencana serta media KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi).
5.       Di tingkat nasional, PMI telah memainkan peranan penting dalam Dewan Pengarah KPB serta aktif melakukan advokasi. Di tingkat kabupaten, PMI juga aktif melakukan advokasi dalam mengintegrasikan kesiapsiagaan bencana dan pengurangan risiko ini ke dalam kurikulum sekolah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar