Rabu, 28 Desember 2011

PENGERTIAN PERTOLONGAN PERTAMA

Pengertian Pertolongan Pertama adalah : Pemberian Pertolongan segera kepada korban sakit atau cedera / kecelakaan yang memerlukan penanganan medis dasar.
Adapun pengertian Medis Dasar adalah Tindakan perawatan berdasarkan ilmu kedokteran yang dapat dimiliki oleh awam atau awan yang terlatih secara khusus. Batasannya adalah sesuai dengan sertifikat yang dimiliki oleh Pelaku Pertolongan Pertama.
Siapakah Pelaku Pertolongan Pertama : Pelaku Pertolongan Pertama adalah penolong yang pertama kali tiba di tempat kejadian yang memiliki kemampuan dan terlatih dalam penanganan medis dasar (seperti paramedik, para pelaku pertolongan pertama Palang Merah Indonesia dan lain-lain).
Tujuan Pertolongan Pertama:
Menyelamatkan jiwa korban
Mencegah cacat
Memberikan rasa nyaman dan menunjang proses penyembuhan
DASAR HUKUM PERTOLONGAN PERTAMA DAN PELAKUNYA
Menjadi seorang Pelaku Pertolongan Pertama bukanlah hal yang mudah, selain harus memiliki pengetahuan dan ketrampilan dalam memberikan pertolongan pertama terhadap korban, si pelaku juga harus mengetahui dasar hukum yang menjadi landasan dalam melakukan tindakan pertolongan.


Di Indonesia dasar hukum mengenai Pertolongan Pertama dan Pelakunya belum tersusun dengan baik seperti halnya di negara-negara maju. Namun, dalam perundang-undangan yang ada di Indonesia ada beberapa pasal yang mencakup aspek tersebut sehingga dapat dijadikan sebagai landasan atau dasar hukum dalam melakukan Pertolongan Pertama.
Adapun Pasal-pasal tersebut adalah:
1. Dalam Pasal 531 KUH Pidana dinyatakan:
"Barang siapa menyaksikan sendiri ada orang di dalam keadaan bahaya maut, lalai memberikan atau mengadakan pertolongan kepadanya sedang pertolongan itu dapat diberikannya atau diadakannya dengan tidak akan mengkhawatirkan, bahwa ia sendiri atau orang lain akan kena bahaya dihukum kurungan selama-lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,- Jika orang yang perlu ditolong itu mati, diancam dengan : KUHP 45, 165, 187, 304s, 478, 525, 566."
Pasal 531 KUHP ini berlaku bila pelaku pertolongan pertama dapat melakukan pertolongan tanpa membahayakan keselamatan dirinya dan orang lain.
2. Pasal 322 KUH Pidana :
a. "Barang siapa dengan sengaja membuka sesuatu rahasia yang wajib disimpannya oleh karena jabatannya atau pekerjaannya baik yang sekarang maupun yang dahulu dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Sembilan ribu rupiah."
b. "Jika kejahatan itu dilakukan yang tertentu, maka perbuatan itu hanya dapat dituntut atas pengaduan orang itu."
Pasal 322 KUHP ini mengatur tentang kerahasiaan medis korban yang ditolong.
Dengan adanya kedua landasan hukum di atas, baik yang mengatur tentang kewajiban melakukan pertolongan dan juga hak korban yang ditolong maka setiap pelaku hendaknya selalu bertindak sesuai dengan prosedur penatalaksanaan pertolongan pertama agar si pelaku tidak terjerat hukum (padahal dia bermaksud mulia) dan si korban dapat diselamatkan.


KEWAJIBAN PERTOLONGAN PERTAMA
Kecelakaan atau pun kejadiaan yang tidak diinginkan bisa terjadi kapan saja dan dimana saja, entah itu di rumah, sekolah, jalan raya, tempat kerja, bisa pagi, siang, sore ataupun malam. Hal ini juga dapat menimpa siapa saja, apakah seorang anak bayi, kakek atau nenek, laki-laki dewasa atau wanita yang dapat berupa suatu insiden kecil atau juga suatu bencana besar yang menimpa korban dalam jumlah banyak.
Nah jika seandainya terjadi hal tersebut, sebagai pelaku pertolongan pertama ada beberapa hal yang wajib anda lakukan agar korban yang anda tolong upaya pertolongan yang maksimal, yaitu:
1. Menjaga Keselamatan Diri, Anggota Tim, Korban dan Orang Sekitarnya.
Kita tidak akan mampu memberikan pertolongan bila sebagai penolong kita sudah mengalami cedera sebelum mencapai korban atau pada saat sedang menolong korban, sehingga keselamatan diri dan tim harus menjadi prioritas. Masalah keselamatan mencakup bahaya dari orang-orang sekitar, hewan, bangunan yang tidak stabil, api, ledakan dan lainnya. Berhati-hatilah selalu supaya selamat. Orang-orang yang berada disekitar suatu kejadian sering hanya menginginkan agar korban segera dibawa ke fasilitas kesehatan secepat mungkin tanpa mempertimbangkan keadaan, bahkan bisa saja mereka tidak memberikan kesempatan kepada anda untuk memberikan pertolongan di tempat kejadian tersebut.
2. Dapat Menjangkau Korban
Kewajiban kedua anda sebagai penolong adalah anda harus mampu untuk menjangkau korban, baik dalam kendaraan, ditengah kerumunan masa, atau ketika terperangkap di dalam bangunan. Dalam kasus kecelakaan atau musibah ada kemungkinan anda sebagai penolong harus memindahkan korban yang satu guna dapat menjangkau korban lain yang lebih parah. Namun satu hal yang selalu harus anda ingat, keselamatan (para) penolong selalu nomor satu, jangan berupaya melampaui batas kemampuan.
3. Dapat Mengenali dan Mengatasi Masalah yang Mengancam Nyawa
Ingatlah bahwa sebagai penolong, keberadaan anda untuk menyelamatkan nyawa, maka selayaknyalah anda mampu mengenali dan mengatasi keadaan yang mengancam nyawa.
4. Meminta Bantuan / Rujukan
Sebagai pelaku pertolongan pertama, anda harus bertanggung jawab sampai bantuan rujukan mengambil alih penanganan korban.
5. Memberikan Pertolongan dengan Cepat dan Tepat Berdasarkan Keadaan Korban
Lakukan penilaian dini terhadap korban dan cari masalah yang sedang dialami korban, dan segera berikan pertolongan pertama. Masalah yang dialami korban dapat anda peroleh dari informasi di tempat kejadian, saksi, korban itu sendiri atau dengan memeriksa keadaan serta penilaian korban. Dengan informasi ini anda dapat memberikan pertolongan sesuai dengan kemampuan dan wewenang anda.Pertolongan Pertama dapat sederhana saja seperti menenangkan korban, atau juga kompleks dan rumit seperti memberikan Bantuan Hidup Dasar.
6. Membantu Pelaku Pertolongan Pertama Lainnya.
Jika anda merupakan orang kedua atau tim kedua yang tiba dilokasi kecelakaan atau bencana, maka menjadi kewajiban anda untuk membantu orang atau tim yang sudah ada sesuai dengan keadaan.
7. Ikut Menjaga Kerahasiaan Medis.
8. Melakukan Komunikasi dengan Petugas Lain yang Terlibat.
9. Mempersiapkan Korban untuk Ditransportasi.
Pengangkatan atau pemindahan korban hanya dilakukan bila perlu. Jangan sampai tindakan ini mengakibatkan cedera yang baru.
Kesembilan Kewajiban di atas dapat berjalan dengan baik, jika anda sebagai pelaku pertolongan pertama juga telah memiliki kualifikasi sebagai seorang pelaku pertolongan pertama. Adapun kualifikasi yang harus dimiliki tersebut adalah:
a. Jujur dan Bertanggungjawab.
b. Berlaku Profesional.
c. Kematangan Emosi.
d. Kemampuan Bersosialisasi.
e. Kemampuan Nyata Terukur sesuai Sertifikasi.
f. Kondisi Fisik Baik.
g.Mempunyai Rasa Bangga untuk Meyakinkan Korban.
PERALATAN DASAR PELAKU PERTOLONGAN PERTAMA
Dalam melaksanakan tugas sebagai seorang pelaku pertolongan pertama, tentunya kita memerlukan beberapa peralatan dasar. Peralatan dasar ini dapat dibagi menjadi menjadi dua kategori, yang pertama yaitu peralatan perlindungan diri atau yang lebih dikenal dengan Alat Perlindungan Diri (APD) dan yang kedua adalah peralatan pertolongan pertama untuk melakukan tugas.
A. Alat Pelindungan Diri (APD)
Sebagai pelaku pertolongan pertama, seseorang sangat rentan atau akan dengan mudah terpapar dengan jasad renik maupun cairan tubuh dari seorang korban yang mungkin dapat menyebabkan pelaku pertolongan pertama tersebut tertular oleh penyakit. Sebagai contoh beberapa penyakit yang dapat menular diantaranya adalah Hepatitis, TBC, HIV dan AIDS. Selain itu, APD juga berfungsi untuk mencegah penolong mengalami luka atau cedera dalam melakukan tugasnya.
Beberapa APD yaitu:
1. Sarung tangan Lateks
2. Kacamata Pelindung
3. Baju Pelindung

4. Masker Penolong
5. Masker Resusitasi
6. Helm
Catatan : Alat Pelindung Diri (APD) minimal bagi seorang pelaku pertolongan pertama adalah sarung tangan dan masker Resusitasi.
Pemakaian APD tidak sepenuhnya dapat melindungi penolong. Ada beberapa tindakan lain yang harus dilakukan sebagai tindakan pencegahan, yaitu:
1. Mencuci Tangan
2. Membersihkan Peralatan
B. Peralatan Pertolongan Pertama
Adapun Peralatan Pertolongan Pertama lainnya adalah:
1. Penutup Luka
    - Kasa Steril 
    - Bantalan Kasa
2. Pembalut, contoh:
    - Pembalut Gulung / Pipa
    - Pembalut Segitiga / Mitela
    - Pembalut Tubuler / Tabung
    - Pembalut Rekat / Plester
3. Cairan Antiseptik, contoh:
    - Alkohol 70%
    - Povidone iodine 10%
4. Cairan Pencuci Mata
    - Boorwater
5. Peralatan Stabilisasi, contoh:
    - Bidai
    - Papan Spinal Panjang
    - Papan Spinal Pendek
6. Gunting Pembalut
7. Pinset
8. Senter
9. Kapas
10. Selimut
11. Kartu Korban
12. Alat Tulis
13. Oksigen
14. Tensimeter dan Stetoskop
15. Tandu
Semua Peralatan diatas kecuali yang berukuran besar, dapat dimasukkan ke dalam tas  atau sejenisnya. Daftar peralatan di atas tidaklah harus selalu sama, dapat bervariasi tergantung dari kemampuan penolong dan juga ketersediaan peralatan tersebut.
Catatan : Sebagai Pelaku Pertolongan Pertama, anda harus mampu berimprovisasi mempergunakan bahan atau peralatan yang ada jika terjadi kekurangan atau ketiadaan peralatan tersebut, sehingga korban bisa ditolong dengan maksimal.
Improvisasi bukan berarti melakukan sesuatu hanya berdasarkan naluri saja tetapi harus sejalan dengan dasar-dasar dan prinsip-prinsip pertolongan pertama.
Jika postingan ini bermanfaat silahkan saja untuk disimpan atau di share agar bisa diketahui oleh yang lain.
PENILAIAN KEADAAN
ketika anda hendak memberikan pertolongan pertama pada korban, maka hal terpenting yang harus anda lakukan terlebih dahulu adalah dengan melakukan PENILAIAN baik terhadap keadaan korban maupun situasi dan kondisi secara keseluruhan.
Penilaian ini harus dilakukan dengan baik dan tepat sehingga penatalaksanaan korban dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga tidak ada satu hal pun yang terlewatkan. Penatalaksanaan korban bergantung pada kesimpulan penilaian penolong apakah korban ini tergolong suatu kasus Ruda Paksa (trauma, cedera) atau Penyakit (medis).
Adapun tindakan penilaian ini dilakukan dalam beberapa langkah yaitu:
A. Penilaian Keadaan
B. Penilaian Dini
C. Pemeriksaan Fisik
D. Riwayat Korban
E. Pemeriksaan Berkala atau Lanjut
F. Pelaporan
A. PENILAIAN KEADAAN.
Ditujukan untuk memperoleh gambaran umum tentang apa yang sedang dihadapi, faktor pendukung dan hambatan ketika sedang melakukan pertolongan pertama. Hal ini juga diperlukan untuk menilai bahaya lain yang dapat terjadi terhadap korban, penolong atau orang-orang disekitar tempat kejadian.
Tahap yang dilakukan pada penilaian keadaan ini adalah penolong harus mengamankan lokasi, penderita, penolong dan timnya serta orang-orang yang ada disekitar. Kemudian penolong harus memperkenalkan dirinya dan tim (jika dalam sebuah tim) baik kepada korban (jika sadar) dan kepada orang-orang disekitar lokasi. Tahap selanjutnya adalah penolong harus menentukan bantuan apa yang diperlukan jika dianggap perlu dan memungkinkan.
Pada Penilaian keadaan ini ada beberapa pertanyaan yang dapat membantu penolong melakukan analisa, yaitu:
a. Bagaimana kondisi saat itu?
b. Kemungkinan apa saja yang akan terjadi?
c. Bagaimana mengatasinya?
Informasi lain yang langsung dapat diperoleh dalam penilaian keadaan ini adalah:
1. Kejadian itu sendiri.
2. Korban (bila sadar)
3. Keluarga atau saksi
4. Mekanisme Kejadian
5. Perubahan bentuk yang nyata atau cedera yang jelas
6.  Gejala atau tanda khas suatu cedera atau penyakit
Pada halaman sebelumnya telah dibahas tentang Penilaian Keadaan (bag.1), dan pada halaman ini selanjutnya akan dibahas tentang Penilaian Dini. 
Memeriksa Respon

B. PENILAIAN DINI
Ditahap ini penolong harus mengenali dan mengatasi keadaan yang mengancam nyawa penderita dengan cara yang tepat, cepat dan sederhana. Bila dalam pemeriksaan ditemukan adanya masalah, khususnya pada sistem pernafasan dan sistem sirkulasi maka penolong langsung melakukan tindakan Bantuan Hidup Dasar dan Resusitasi.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam Penilaian Dini adalah:
1. Kesan Umum, harus dilakukan penentuan apakah korban menderita kasus trauma atau kasus medis.
a. Kasus Trauma : kasus yang disebabkan oleh ruda paksa dengan tanda yang terlihat jelas atau teraba. Contoh : luka terbuka, luka memar, patah tulang dan sebagainya disertai dengan gangguan kesadaran.
b. Kasus Medis : kasus yang diderita seseorang tanpa ada riwayat ruda paksa. Contoh : sesak nafas atau pingsan. Pada kasus ini penolong harus lebih berupaya mencari riwayat gangguannya.
2. Memeriksa Respon
Hal ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran berat ringannya gangguan yang terjadi di  dalam otak. Respon dinilai berdasarkan reaksi yang diberikan korban terhadap rangsangan  yang diberikan oleh penolong. Respon korban dibagi menjadi 4 tingkat : AWAS, SUARA, NYERI, TIDAK-RESPON (ASNT).
Awas : Korban ini sadar dan mengetahui keberadaannya, biasanya korban tanggap terhadap orang, waktu dan tempat. Sedikit gangguan dapat bermakna. Beberapa korban mungkin terkesan sadar penuh tetapi tidak menyadari keadaan lingkungan atau dimana mereka berada.
Suara : Korban hanya bisa menjawab / bereaksi bila dipanggil atau mendengar suara. Penderita ini dikatakan respon terhadap (rangsang) suara. Seorang korban yang tidak dapat menjawab mengenai tempat dan waktu juga tergolong dalam kelompok ini. Mungkin saat itu mereka sedang mengalami kasus medis. Korban tidak pelu mampu menjawab namun dapat mengikuti perintah sederhana.
Nyeri : Korban hanya bereaksi bila diberikan respon (rangsang) nyeri, misal dengan    cubitan yang kuat, penekanan ditengah tulang dada (bila tidak ada cedera dada) oleh penolong. Bila korban respon terhadap suara, maka rangsang nyeri tidak perlu diberikan. Reaksi yang mungkin bisa dilihat ketika diberi ransang nyeri adalah membuka mata, erangan, melipat atau menjatuhkan alat gerak, dan gerakan ringan lainnya. Laporannya adalah korban respon terhadap nyeri.
Respon Nyeri

Tidak Respon : Korban tidak berekasi dengan rangsang apapun yang dilakukan penolong. Jika dijumpai kasus ini, maka penolong harus segera melakukan penatalaksanaan penanganan jalan nafas dan lainnya.
Catatan Khusus : Menentukan respon untuk anak kecil dan bayi agak sulit, penilaian respon ini dapat dilakukan dengan cara bagaimana mereka bereaksi terhadap lingkungannya. Umumnya mereka mengenali orang tuanya dan cenderung untuk menuju kepada mereka. Besar kemungkinan anak kecil dan bayi akan menangis bila dilakukan pemeriksaan. Mereka yang tidak mengenali orang tuanya atau tidak bereaksi pada saat diperiksa mungkin mengalami penyakit atau gangguan berat. Informasi dari orang tua atau keluarga sangat penting dan menjadi perhatian khusus.
3. Memastikan Jalan Nafas Terbuka dengan Baik (AIRWAY)
Keadaan jalan nafas dan respon korban merupakan dasar penatalaksanaan penderita. Pastikan agar jalan nafas korban terbuka dan bersih. Cara menentukan keadaan jalan nafas tergantung dari keadaan penderita apakah ada respons atau tidak.

a. Korban dengan respon baik
Perhatikan pada saat korban berbicara, perhatikan ada tidaknya gangguan suara atau gangguan berbicara, atau suara tambahan? Suara tambahan ini dapat menjadi petunjuk adanya gigi, darah atau benda lainnya dalam saluran nafas. Nilai juga apakah penderita itu dapat mengucapkan suatu kalimat tanpa terputus atau tidak.
b. Korban yang tidak respon
Perlu dilakukan tindakan segera untuk memastikan jalan nafas terbuka. Bila tidak ada kecurigaan cedera spinal gunakan teknik ANGKAT DAGU - TEKAN DAHI. Sebaliknya bila terdapat cedera spinal gunakan teknik PERASAT PENDORONGAN RAHANG BAWAH.
Pemeriksaan jalan nafas tidak hanya dilakukan satu kali saja, namun berulang kali dan terus menerus terutama pada korban yang mengalami cedera berat atau banyak muntah.
Angkat Dagu Tekan Dahi

4. Menilai Penafasan (Breathing)
Setelah jalan nafas dipastikan terbuka dengan baik dan bersih, maka anda sebagai penolong harus menentukan pernafasan penderita. Periksalah ada atau tidaknya nafas korban dengan cara LIHAT, DENGAR dan RASAKAN selama 3-5 detik. Penilaian ini tidak terbatas hanya pada ada atau tidak adanya nafas, tapi juga pada kualitas nafas itu sendiri, apakah korban cukup untuk mempertahankan kehidupan. Bila ternyata penderita tidak bernafas maka segera lakukan tindakan Bantuan Hidup Dasar dan Resusitasi Jantung Paru.
5. Menilai Sirkulasi dan Menghentikan Pendarahan Berat.
Pada pemeriksaan ini penolong menilai apakah jantung korban melakukan tugasnya untuk memompakan darah ke seluruh tubuh atau tidak. Pastikan denyut jantung cukup baik dan tidak ada pendarahan yang membahayakan nyawa.
Menilai Sirkulasi
a. Korban Respon :
Periksa nadi radial (pergelangan tangan), untuk bayi pada nadi brakial (bagian dalam lengan atas).
Nadi Radial
b. Korban Tidak Respon
Periksa nadi karotis (leher), pada bayi tetap pada nadi brakial. pemeriksaan dilakukan dengan interval waktu 5-10 detik. Bila tidak ada segera lakukan tindakanResusitasi Jantung Paru.
Nadi Karotis
Catatan : Pada penilaian dini penolong hanya menentukan ada tidaknya nafas dan nadi. Jangan terpengaruh dengan penampilan cedera korban. Pastikan tidak ada pendarahan yang dapat mengancam nyawa, termasuk pendarahan yang tidak terlihat. Periksa benar kondisi korban, terutama yang memakai pakaian tebal dan berwarna gelap karena hal itu dapat menyembunyikan darah dalam jumlah yang cukup banyak.
6. Hubungi Bantuan
Apabila dirasa perlu atau bagi anda yang memang awam terhadap pertolongan pertama segeralah minta bantuan rujukan. Mintalah bantuan kepada orang lain untuk melakukannya atau lakukan sendiri. Pesan yang disampaikan harus singkat, jelas dan lengkap. Hubungi bantuan segera bila penolong menilai bahwa korban tidak ada respon.
Setelah melakukan penilaian dini maka segera lakukan pemeriksaan berikutnya sesuai dengan kasus yang dihadapi yaitu kasus trauma atau kasus medis. Penilaian ini dilakukan secara terarah terlebih dahulu baru dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik rinci.
Dalam Pemeriksaan Dini perlu juga dipertimbangkan prioritas transportasi korban. Apakah harus sesegera mungkin atau dapat tertunda. Penilaian terarah akan sangat membantu menentukan hal ini.
Penilaian Dini harus diselesaikan dan semua keadaan yang mengancam nyawa sudah harus ditanggulangi sebelum melanjutkan pemeriksaan fisik.

PENILAIAN PEMERISAAN FISIK KORBAN
Setelah pada halaman sebelumnya dibahas tindakan penilaian korban meliputi penilaian keadaan (bag.1) dan penilaian dini (bag.2), maka pada halaman ini akan dibahas tentang PEMERIKSAAN FISIK. Namun topik ini akan dibagi lagi menjadi tiga bagian mengingat panjangnya topik mengenai Pemeriksaan Fisik ini.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Penatalaksanaan korban dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan fisik. Memang dalam tutorial yang diberikan, penatalaksanaan korban dilakukan secara teratur dan berurutan namun sering kali di lapangan keadaan korban yang menentukan cara anda sebagai penolong untuk memeriksa.
Setiap kali penolong menemukan gangguan apalagi yang membahayakan nyawa, maka saat itulah penanganan cedera harus dilakukan. Sebaiknya pemeriksaan korban dilakukan dulu secara cepat dan prioritaskan penanganan cedera mana yang harus didahulukan disusun. Jangan sampai penolong terjebak dalam menangani cedera yang tidak penting walau itu adahal hal yang pertama kali ditemukan dan membiarkan cedera yang lebih berat tanpa pertolongan atau terlambat.
Penilaian Terarah tujuannya adalah agar penolong dapat melakukan penatalaksanaan yang terbaik sesuai dengan keadaan yang dihadapi, juga menunjukkan sikap profesional dalam melakukan tindakan pertolongan secepatnya berorientasikan masalah yang dihadapi.
Pada KASUS TRAUMA penilaian korban harus lebih dititik beratkan pada hasil pemeriksaan fisik, baik yang terarah sesuai dengan keluhan korban atau keterangan saksi, mekanisme kejadian atau setelah seluruh pemeriksaan fisik secara menyeluruh selesai dilakukan.
Tanda vital diperiksa dan bila memungkinkan baru dilakukan wawancara untuk memperoleh riwayat korban. Pada umumnya tanda pada kasus trauma jelas terlihat dan teraba, kecuali korban mengalami cedera dibagian dalam tubuh. Pada keadaan ini mekanisme kejadian dan gejala harus dipelajari dan diteliti.
Pada kasus ini kita harus membedakan berdasarkan mekanisme cedera, apakah dinilai cederanya signifikan atau tidak. Contoh untuk cedera yang signifikan adalah :
- Terpental keluar dari kendaraan
- Adanya penumpang lain yang meninggal di ruang yang sama
- Jatuh dari ketinggian lebih dari 5 meter
- Kendaraan terbalik, melaju dengan kecepatan tinggi
- Kecelakaan sepeda motor
- Korban tidak respon atau ada gangguan status mental
- Ada luka tusuk di daerah kepala, dada atau perut
Penentuan signifikan atau tidak juga sangat dipengaruhi oleh mekanisme kejadian dan usia penderita, misalnya hal yang signifikan jika terjadi pada seorang bayi yang jatuh dari ketinggian 1 meter yang dapat berakibat fatal, atau pun orang dewasa yang jatuh dari ketinggian kurang dari 5 meter namun kepala korban yang lebih dahulu ini juga dapat berakibat fatal.
Mekanisme pada korban cedera tidak signifikan:
  • Cari penyebab terjadinya cedera (mekanisme cedera)
  • Wawancarai korban sambil menilai apakah pernafasannya cukup kuat dan ada tanda-tanda perdarahan besar atau tidak
  • Temukan riwayat yang berhubungan dengan kejadiannya dan pemeriksaan sesuai dengan keluhan penderita
  • Nilai tanda vital
  • Lakukan pemeriksaan fisik rinci sesuai dengan kebutuhan
Mekanisme pada korban cedera signifikan adalah:
  • Nilai keadaan dan tentukan kemungkinan penyebab cederanya
  • Wawancarai keluarga atau saksi mata pada saat yang bersamaan lakukan penilaian penderita untuk mengetahui keadaan yang mengancam nyawa. Stabilkan kepada dan leher penderita, periksa jalan nafas, nilai pernafasan dan nadi. Jangan lupa mencari tanda-tanda perdarahan besar
  • Lakukan penilaian trauma cepat, yaitu pemeriksaan fisik menyeluruh secara cepat dan melakukan penatalaksanaannya secara cepat pula, carilah cedera yang menyolok dan membutuhkan penanganan segera
  • Nilai tanda vital bila keadaan korban terkesan tidak stabil
  • Lakukan pemeriksaan fisik rinci bila waktu cukup tersedia
  • Ulangi penilaian tanda vital, catat perubahan yang terjadi
Pada Kasus Medis pelaku pertolongan pertama harus memperoleh riwayat korban lebih dahulu baru dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik yang diperlukan serta mencari nilai tanda vital. Hal ini dilakukan mengingat kasus medis umumnya hanya berupa gejala yang dirasakan oleh korban saja. Untuk mendapatkan data yang lengkap penolong harus dapat membuat korban / sumber informasi lain menjelaskan gejalanya secara baik dan jelas.

Di lapangan pada korban sadar biasanya penilaian terarah diatur oleh korban karena dialah yang akan mengeluh. Sangat tidak profesional bila korban mengeluhkan sesuatu tetapi penolong tidak segera menanggapinya. 
Pada kasus ini korban dibagi berdasarkan ada tidaknya respon, untuk yang tidak respon segera lakukan pemeriksaan fisik secara cepat hanya untuk memastikan ada tidaknya trauma, kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan tanda vital. Bila ditemukan adanya perubahan tanda vital di luar batas normal maka anggap korban itu mengalami masalah medis.
Riwayat korban diperoleh dari keluarga atau saksi mata. Untuk korban sadar lakukan tanya jawab terlebih dahulu untuk mencari riwayat penderita, lanjutkan dengan pemeriksaan fisik sesuai dengan keluhan korban. Kasus medis biasanya tidak memerlukan pemeriksaan fisik secara rinci.
Mekanisme pada korban medis yang respon:
Mulai dengan tanya jawab dan lanjutkan selama menilai dan menangani korban
Ajukan pertanyaan yang mengarah kepada riwayat penyakitnya
Lakukan pemeriksaan fisik korban sesuai dengan keluhan yang diberikan saat tanya jawab
Nilai tanda vital
Mekanisme pada korban medis yang tidak respon:
  • Berusaha melakukan wawancara atau tanya jawab dengan keluarga atau saksi untuk mencari riwayat penyakit atau penyebabnya, namun disamping itu perlu diperhatikan:
  • Pastikan jalan nafas terbuka dengan baik, pernafasannya baik, ada nadi. Jangan lupa memeriksa ada tidaknya pendarahan besar. Lakukan penatalaksanaan sesuai dengan temuan penolong. 
  • Periksa tanda-tanda khas suatu penyakit
  • Nilai tanda vital
Pemeriksaan Korban merupakan suatu ketrampilan yang harus dilatih.
Pada halaman ini, selanjutnya akan disajikan tentang langkah berikutnya dari tindakan penilaian yaitu Riwayat Penderita....
D. RIWAYAT KORBAN



ilustrasi gambar kartu riwayat penderita
Pada sebuah penilaian korban yang terarah, wawancara atau tanya jawab perlu dilakukan baik untuk mengetahui penyebab atau pencetus suatu kejadian, mekanisme kejadian atau perjalanan suatu penyakit.
Wawancara atau tanya jawab dapat dilakukan dengan korban (bila sadar), keluarga atau juga saksi mata dan bila memang diperlukan bisa mewawancarai semuanya guna meminta keterangan yang lebih rinci mengingat Riwayat Penyakit sangat penting pada kasus medis.

Untuk memudahkan wawancara atau tanya jawab ini dikenal dengan akronim:
K - O - M - P - A - K
K = Keluhan utama (gejala dan tanda)
Sesuatu yang sangat dikeluhkan oleh korban, gejalanya adalah hal-hal yang hanya dapat dirasakan oleh korban saja misalnya nyeri, pusing dan sakit. Tanda adalah hal yang dapat diamati oleh orang lain, baik dilihat, didengar atau diraba. Saat melakukan Tanya Jawab hindari jawaban "Ya" atau "Tidak" atau pertanyaan yang jawabannya terarah.
Usahakan memberikan pertanyaan terbuka sehingga penderita memiliki kesempatan untuk mengekspresikannya.
O = Obat-obatan yang diminum
Tanyakan apakah korban sedang dalam suatu pengobatan, mungkin saja gangguan yang dialami adalah akibat lupa meminum obat tertentu. Hal ini sering menjadi suatu pentunjuk dalam menghadapi suatu kasus medis.
Contohnya adalah seorang penderita kencing manis lupa meminum obat sebelum makan, yang mungkin akan mengalami masalah akibat kadar gula darah yang tinggi.
M = Makanan / Minuman terakhir
Peristiwa ini mungkin menjadi dasar terjadinya kehilangan respon pada korban, hal ini juga penting untuk diketahui bila ternyata korban kemudian harus menjalani pembedahan di rumah sakit.
Pertanyaan seputar ini akan sangat bermanfaat bila menemui kasus keracunan, terutama keracunan melalui saluran cerna.
P = Penyakit yang diderita
Riwayat penyakit yang sedang diderita atau pernah diderita yang mungkin berhubungan dengan keadaan yang dialami korban pada saat ini, misalnya keluhan sesak nafas dengan riwayat gangguan jantung 3 tahun yang lalu dan sebagainya.
A = Alergi yang dialami
Perlu juga diketahui apakah penyebab kelainan pada korban ini disebabkan oleh alergi terhadap bahan-bahan tertentu. Umumnya korban atau keluarganya sudah mengetahui bagaimana mengatasi keadaan darurat. Kasus alergi di Indonesia masih agak jarang walaupun kejadiannya makin meningkat.
K = Kejadian
Kejadian yang dialami korban, sebelum kecelakaan atau sebelum timbulnya gejala dan tanda penyakit yang diderita saat ini. Pertanyaan ini dapat membantu menentukan apakah suatu kasus yang kita hadapi murni trauma atau murni medis atau gabungan keduanya dimana yang satu jadi penyebab dan yang lain menjadi akibat.
Penolong tidak membuat diagnosa akan tetapi dapat membuat kesimpulan berdasarkan hasil temuannya
PEMERIKSAAN PENILAIAN KORBAN
Di halaman ini akan dibahas bagian akhir dari Penilaian Korban yang meliputi Pemeriksaan Berkala dan Pelaporan.....
E. PEMERIKSAAN BERKALA
Penilaian dan penatalaksanaan yang sudah selesai tidak berarti bahwa tugas seorang penolong telah selesai. Pemeriksaan harus terus dilakukan secara berkala sebelum korban mendapat pertolongan medis. Pemeriksaan ini bisa dengan cara mengulang dari awal atau mencari hal-hal yang terlewati.
Secara umum pada pemeriksaan berkala harus dinilai kembali:
  1. Keadaan respon
  2. Nilai kembali jalan nafas dan perbaiki bila perlu
  3. Nilai kembali pernafasan, frekuensi dan kualitasnya
  4. Periksa kembali nadi korban dan bila perlu lakukan secara rinci bila waktu memang tersedia
  5. Nilai kembali keadaan kulit, suhu, kelembaban dan kondisinya. Periksa kembali dari ujung kepala sampai ujung kaki, mungkin ada bagian yang terlewatkan atau membutuhkan pemeriksaan yang lebih teliti
  6. Periksa kembali secara seksama mungkin ada bagian yang belum diperiksa atau sengaja dilewati karena melakukan pemeriksaan terarah
  7. Nilai kembali penatalaksanaan korban, apakah sudah baik atau masih perlu ada tindakan lainnya. Periksa kembali semua pembalutan, pembidaian apakah masih cukup kuat, apakah perdarahan sudah dapat diatasi, dan bagian yang belum terawat
  8. Pertahankan komunikasi dengan korban untuk menjaga rasa aman dan nyaman
Bila korban belum stabil dan keadaannya cukup parah maka penilaian kembali dilakukan setiap 5 menit, bila sudah tenang dan stabil diulang setiap 15 menit sekali. Pilih pemeriksaan yang sesuai dengan keadaan korban, dan ingat tanda vital sebaiknya tetap diperiksa. Catat setiap perubahan yang terjadi.
F. PELAPORAN
Setelah selesai menangani korban, apabila penolong melakukannya dalam tugas maka semua pemeriksaan dan tindakan pertolongan harus dilaporkan secara singkat dan jelas kepada penolong selanjutnya.

Hal yang perlu dicantumkan dalam laporan:
- Umur dan jenis kelamin korban
- Keluhan utama
- Tingkat respon
- Keadaan jalan nafas
- Pernafasan
- Sirkulasi
- Pemeriksaan Fisik yang penting
- KOMPAK yang penting
- Penatalaksanaan
- Perkembangan lainnya yang dianggap penting
Untuk mempermudah mengingat cara penatalaksanaan korban pada proses penilaian, maka dapat dilihat pada skema
 ini.
(TAMAT)
TEKNIK PEMBEBASAN JALAN NAPAS ANGKAT DAGU TEKAN DAHI
Pada Halaman sebelumnya telah dibahas tentang Bantuan Hidup Dasar, yaitu tindakan yang dilakukan oleh seorang penolong ketika mendapati korban yang tersumbat jalan nafasnya, tidak ditemukannya nafas serta dengan atau tanpa nadi. Dan salah satu teknik untuk membuka jalan nafas adalah dengan Teknik Angkat Dagu Tekan Dahi.
Teknik Angkat Dagu Tekan Dahi ini dilakukan untuk korban yang tidak mengalami trauma pada kepala, leher maupun tulang belakang.
Adapun cara melakukan teknik ini adalah dengan:
  1. Letakkan tangan anda pada dahi korban, gunakan tangan yang paling dekat dengan kepala korban.
  2. Tekan dahi sedikit mengarah kebelakang dengan telapak tangan sampai kepala korban terdorong ke belakang.
  3. Letakkan ujung jari tangan yang lainnya di bawah bagian ujung rahang bawah.
  4. Angkat Dagu ke depan, lakukan gerakan ini bersamaan dengan menekan dahi sampai kepala korban pada posisi ekstensi maksimal. Pada korban bayi dan anak kecil tidak dilakukan sampai maksimal tetapi sedikit ekstensi saja.
  5. Pertahankan tangan di dahi korban untuk menjaga posisi kepala tetap ke belakang.
  6. Buka mulut korban dengan ibu jari tangan yang menekan dagu.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dengan teknik ini:
  1. Bagi korban yang masih bayi gerakan ekstensi kepala tidak boleh maksimal.
  2. Tangan jangan menekan dijaringan lunak bawah dagu.
  3. Jangan gunakan ibu jari untuk mengangkat dagu.
  4. Awasi mulut korban agar tetap terbuka.
  5. Jika korban dengan gigi palsu cobalah pertahankan pada posisinya tetapi jika mengganggu / sulit dipertahankan sebaiknya gigi palsu tersebut dilepas. 
Jika postingan ini bermanfaat silahkan saja untuk disimpan atau di share agar bisa diketahui oleh yang lain.
TEKNIK PEMBEBASAN NAPAS 2 PENDORONGAN RAHANG BAWAH
elain Teknik Angkat Dagu Tekan Dahi dalam Bantuan Hidup Dasar, cara lain untuk membuka jalan nafas adalah dengan Teknik Perasat Pendorongan Rahang Bawah (Jaw Thrust Maneuver).

Teknik ini hanya dilakukan untuk korban yang mengalami trauma atau cedera pada kepala, leher maupun tulang belakang atau pun yang dicurigai mengalami trauma tersebut. Teknik ini cukup sulit dilakukan, namun kepala dan leher korban dibuat dalam posisi alami / normal.
Caranya :
  1. Berlutut disisi atas kepala korban, letakkan kedua siku penolong sejajar dengan posisi korban, kedua tangan memegang sisi kepala.
  2. Kedua sisi rahang bawah dipegang (jika korban anak atau bayi gunakan dua atau tiga jari pada sisi rahang bawah).
  3. Gunakan kedua tangan untuk menggerakkan rahang bawah ke posisi depan secara perlahan. Gerakan ini mendorong lidah ke atas sehingga jalan nafas terbuka.
  4. Pertahankan posisi mulut korban tetap terbuka
korban dengan trauma pada leher dan tulang belakang
Ingat untuk memeriksa mulut korban terutama yang mengalami penurunan respon atau tidak ada respon, bersihkan dengan sapuan jari secara buta terhadap benda yang menyumbat jalan nafas. Namun hal ini tidak boleh dilakukan pada bayi dan anak kecil kecuali benda asing sudah terlihat dalam mulut.
Jika postingan ini bermanfaat silahkan saja untuk disimpan atau di share agar bisa diketahui oleh yang lain.
POSISI PEMULIHAN
Sebagaimana diterangkan sebelumnya pada proses Bantuan Hidup Dasar, Posisi Pemulihan adalah cara untuk mencegah kembali terjadinya sumbatan pada korban sehingga korban bisa bernafas dengan baik. Posisi ini dilakukan hanya pada korban yang tidak mengalami cedera tulang punggung, cedera leher dan cedera lainnya.

Adapun salah satu cara melakukan posisi pemulihan (sesuaikan dengan keadaan di lapangan) :
Posisi pemulihan
  1. Letakkan lengan kiri korban di atas kepalanya, lalu silangkan tungkai kanan korban di atas tungkai kiri.
  2. Jaga bagian wajah korban dan raihlah bahu kanannya.
  3. Balikkan korban ke arah penolong lalu letakkan tangan kanannya di bawah bagian muka. Bila mungkin balikkan tubuh secara bersama-sama jangan sampai penderita menjadi terpuntir.
  4. Tekuk bagian lutut tungkai yang berada di sebelah atas.

TEKNIK PEMBERIAN BANTUAN PERNAPASAN
Teknik Pemberian Bantuan Pernafasan pada pelaksanaan Bantuan Hidup Dasaradalah:

ilustrasi pemberian nafas buatan pada anak/bayi
  1. Nilai respon korban, jika perlu mintalah pertolongan.
  2. Buka jalan nafas, gunakan teknik tekan dahi angkat dagu atau perasat pendorongan rahang bawah (jaw thrust maneuver).
  3. Lakukan pemeriksaan nafas, lihat, dengar dan rasakan selama 3-5 detik.
  4. Jika korban tidak bernafas, posisikan mulut penolong sedemikian rupa sehingga seluruh mulut atau hidung (keduanya pada bayi dan anak) tertutup rapat, tidak ada udara yang bocor. Jepitlah dengan baik ke dua cuping hidung korban sehingga udara tidak bocor, jangan menariknya.
  5. Berikan 2 kali bantuan pernafasan awal (1,5 - 2 detik untuk dewasa dan 1 - 1,5 detik untuk bayi dan anak). Tiupannya harus merata dan jumlahnya cukup (dada bergerak naik).
  6. Bila udara ternyata tidak masuk maka upayakan reposisi untuk membuka jalan nafas, lalu tiup kembali. Bila tidak masuk juga maka penolong harus menganggap ada sumbatan jalan nafas, sehingga harus kembali ketindakanAirway Control.
  7. Lakukan pemeriksaan nadi karotis selama 5 - 10 detik.
  8. Jika nadi karotis berdenyut maka teruskan pemberian nafas buatan sesuai dengan kelompok usia korban.
  9. Nilai pernafasan yang kita berikan apakah sudah cukup baik, hal ini ditandai dengan gerakan naik turunnya dada dengan baik.
  10. Bila upaya memberikan nafas buatan gagal maka upayakan memposisikan kembali kepala korban, nilai juga kemungkinan adanya sumbatan.
Catatan : Untuk dewasa tiupan dilakukan dengan kuat, untuk anak dengan tiupan sedang (hembusan) dan untuk bayi hanya diberikan tiupan hasil penggembungan pipi penolong.
Jika postingan ini bermanfaat silahkan saja untuk disimpan atau di share agar bisa diketahui oleh yang lain.
TEKNIK SAPUAN
Pada Bantuan Hidup Dasar (BHD), Sapuan Jari dilakukan pada korban yang tidak sadar ketika penolong membuka jalan nafas. Teknik ini berguna untuk membuang benda padat yang mengganggu atau menyumbat jalan nafas, perlu diingat teknik ini tidak boleh dilakukan untuk anak dan bayi.
Cara melakukan Sapuan Jari :
  1. Balikkan korban pada sisi kirinya (jangan dilakukan bila ada cedera leher / tulang belakang.
  2. Buka mulut korban dan lihat ke dalam.
  3. Masukkan jari ke pipi bagian dalam sampai geraham yang paling belakang.
  4. Bentuk jari seperti kait lalu upayakan pengambilan benda yang menyumbat tersebut. Hati-hati jangan sampai malah memasukkan benda tersebut makin ke dalam.
Jika postingan ini bermanfaat silahkan saja untuk disimpan atau di share agar bisa diketahui oleh yang lain.
RESUSITASI JANTUNG PARU SATU ORANG PENOLONG
Pada halaman sebelumnya kita telah membahas secara umum kapan dan bagaimanaResusitasi Jantung Paru (RJP) dilakukan, juga mengenai teknik kompresi baik pada dewasa maupun pada anak atau bayi.
Nah pada halaman ini, akan lebih dijelaskan lagi bagaimana cara melakukan RJP tersebut dengan satu orang penolong. Hal ini sangat penting mengingat adanya perbedaan melakukan RJP dengan satu orang penolong atau dua orang penolong.
Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan adalah:
  1. Periksa Respon, jika tidak ada respon
  2. Aktifkan sistem (SPGDT), minta bantuan (bila belum dilakukan)
  3. Buka jalan nafas (caranya klik disini dan disini) dan lakukan pemeriksaan nafas
  4. Lakukan bantuan nafas awal 2 kali dan jika perlu singkirkan benda asing (yang mungkin ada atau menyumbat) dari mulut korban
  5. Jika korban bernafas dan nadi karotis teraba letakkan korban pada posisi pemulihan
  6. Periksa nadi karotis jika tidak ada denyutan maka lakukan RJP
  7. Posisikan penolong dan tentukan titik pijatan
  8. Lakukan pijatan jantung sebanyak 30 kali dengan kecepatan pijatan 80 - 100 kali per menit
  9. Berikan nafas buatan 2 kali secara kuat lembut, dilakukan setelah 30 kali pijatan jantung dengan waktu per satu tiupan sekitar 1,5 - 2 detik
  10. Lakukan terus sampai mencapai 4 siklus dari 30 pijatan dan 2 bantuan pernafasan
  11. Kemudian periksa nadi karotis korban
  12. Jika nadi berdenyut dan nafas ada teruskan monitor ABC sampai bantuan datang
  13. Jika nadi berdenyut tetapi nafas belum ada maka teruskan bantuan pernafasan 10 -12 kali per menit, jika kemudian nadi masih tidak berdenyut lakukan lagi RJP. Periksa kembali nadi karotis dan nafas setiap 2 atau 3 menit kemudian
Jika postingan ini bermanfaat silahkan saja untuk disimpan atau di share agar bisa diketahui oleh yang lain.
RESUSITASI JANTUNG PARU DENGAN DUA ORANG PENOLONG
Cara melakukan Resusitasi Jantung Paru dengan dua orang penolong sedikit berbeda dengan yang dilakukan oleh satu orang penolong, adapun caranya adalah sebagai berikut :
  1. Sebagaimana penatalaksanaan korban dengan satu penolong, maka tindakan pertama yang harus dilakukan ialah periksa respon, jika tidak ada
  2. Aktifkan sistem SPGDT
  3. Posisi penolong saling berseberangan diantara korban
  4. Buka jalan nafas dilakukan oleh penolong yang berada didekat kepala korban (caranya klik disini dan disini), dan periksa nafas
  5. Jika tidak ada nafas, berikan nafas buatan 2 kali dan singkirkan benda yang menyumbat jalan nafas
  6. Periksa Nadi karotis, jika ada lanjutkan pemberian nafas buatan sesuai dengan kelompok usia korban, jika nafas sudah ada lakukan pengawasan ABC dan posisi pemulihan
  7. Jika Nadi tidak teraba maka lakukan lakukan RJP
  8. Penolong yang berada dibagian dada menentukan titik pijatan kemudian melakukan pemijatan sebanyak 5 kali
  9. Dilanjutkan dengan penolong yang berada dibagian kepala memberikan nafas buatan sebanyak 1 kali
  10. Lakukan teknik di atas selama satu menit (12 siklus) kemudian periksa nadi karotis
  11. Jika nadi ada dan nafas ada maka teruskan pengawasan ABC sampai bantuan datang
  12. Jika nadi ada tetapi nafas belum ada maka teruskan bantuan pernafasan 10 -12 kali permenit, jika kemudian nadi juga tidak berdenyut lagi maka kembali lakukan RJP.
  13. Periksa kembali nadi karotis dan nafas setiap 2 atau 3 menit kemudian
Jika postingan ini bermanfaat silahkan saja untuk disimpan atau di share agar bisa diketahui oleh yang lain.
TEKNIK KOMPRESI PADA KORBAN DEWASA
da posting sebelumnya telah dibahas ketika melakukan Resusitasi Jantung Parupenolong harus memberikan kompresi (pijatan jantung luar) pada korban.
Untuk lebih memperjelas hal bagaimana melakukan kompresi (pijatan jantung luar) yang baik dan benar pada korban dewasa maka ikutilah langkah-langkah berikut:
Menelusuri lengkung rusuk
  1. Posisikan korban, dia harus berbaring terlentang di atas dasar yang keras misalnya lantai, jangan di atas kasur.
  2. Bebaskan pakaian di sekitar dada korban.
  3. Posisi diri penolong pada salah satu sisi penderita. Upayakan senyaman mungkin, kedua lutut penolong dibuka kira-kira selebar bahu penolong.
  4. Tentukan pertemuan lengkung iga kiri dan kanan. Raba lengkung rusuk paling bawah geser sampai bertemu dengan rusuk sisi berlawanan.
  5. Temukan titik pijatan dari pertemuan kedua rusuk tersebut diukur 2 jari ke atas pada garis tengah tulang dada.
  6. Posisikan tangan penolong pada titik pijatan, bagian yang menekan adalah tumit tangan, tangan yang bebas diletakkan di atas tangan yang satunya untuk menopang.
  7. Posisikan bahu penolong tegak lurus dengan tangan yang menekan.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhFhmV3TILgqOC2dah7HcRCvaEf-qSNGBCWAG3ROvZ1t03x8R1qVpeLiiIAVT8RX1WVtxUQq71BR9wPKsbjRz-ny9FwfbpTtH_Q8SZrVvWBlFNCqe9lQJ9s0RaF6JFEraBQW-duKlWBOCc/s200/Mengukur+2+jari+ke+atas.jpg
Mengukur dua jari ke atas
  1. Lakukan kompresi (pijatan jantung luar), jaga agar posisi tangan tetap lurus, berikan tekanan yang sesuai kekuatan dan kedalamannya dengan keadaan penderita. Pada saat melepaskan tekanan jangan sampai tertahan.
Jika postingan ini bermanfaat silahkan saja untuk disimpan atau di share agar bisa diketahui oleh yang lain.
TEKNIK KOMRESI PADA ANAK DAN BAYI
Ada perbedaan antara pemberian Kompresi pada orang dewasa dan anak (1-8 tahun) serta (0-1) dalam proses Resusitasi Jantung Paru. Perbedaan itu terletak pada pemeriksaan nadi untuk bayi dilakukan pada Nadi Brakial (nadi lengan atas) sedangkan untuk anak sama dengan orang dewasa.
Sedangkan perbandingan kompresi dan bantuan pernafasan baik untuk satu penolong atau dua penolong adalah sama yaitu 5 : 1, berbeda untuk dewasa 30 : 2 (satu penolong) dan 5 : 1 (dua penolong).
Jika bayi atau anak tidak bernafas dan tidak berdenyut nadi maka mulailah proses RJP dengan langkah-langkah sebagai berikut:
Posisikan korban.
Buka baju korban bagian dada.
Tentukan titik pijatan untuk bayi satu jari di bawah garis imajiner / semu kedua puting susu, untuk anak sama dengan orang dewasa.
Lakukan pijatan jantung untuk bayi dengan mempergunakan jari tengah dan jari manis, sedangkan untuk anak mempergunakan satu tumit tangan saja. Kecepatan pijatan jantung luar pada bayi sekurang-kurangnya 100 kali / menit.

"Khusus bayi baru lahir maka perbandingan pijatan jantung luar (kompresi) dan bantuan pernafasan 3 : 1, mengingat dalam keadaan normal bayi baru lahir memiliki denyut nadi di atas 120 kali / menit dan pernafasan mendekati 40 kali / menit"
Jika postingan ini bermanfaat silahkan saja untuk disimpan atau di share agar bisa diketahui oleh yang lain.
KESALAHAN RJP
Kesalahan melakukan tindakan dan langkah dalam Resusitasi Jantung Paru dapat menyebabkan berbagai akibat bahkan akibat fatal yang ditimbulkan seperti bertambahnya cedera bisa berujung kepada kematian.
Oleh sebab itu perlu diketahui hal-hal yang dapat menimbulkan kesalahan serta akibatnya agar anda sebagai pelaku pertolongan pertama dapat lebih berhati-hati dalam melakukan hal tersebut.
Adapun beberapa kesalahan dalam melakukan RJP dan akibat yang ditimbulkannya adalah sebagai berikut:
  1. Korban tidak dibaringkan pada bidang yang keras, hal ini akan menyebabkanPijatan Jantung Luar kurang efektif.
  2. Korban tidak horizontal, jika kepala korban lebih tinggi maka jumlah darah yang ke otak berkurang.
  3. Teknik tekan dahi angkat dagu kurang baik, maka jalan nafas masih terganggu.
  4. Kebocoran saat melakukan nafas buatan, menyebabkan pernafasan buatan tidak efektif.
  5. Lubang hidung kurang tertutup rapat dan mulut korban kurang terbuka saat pernafasan, menyebabkan pernafasan buatan tidak efektif.
  6. Letak tangan kurang tepat dan arah tekanan kurang baik, bisa menimbulkan patah tulang, luka dalam paru-paru.
  7. Tekanan terlalu dalam dan terlalu cepat, maka jumlah darah yang dialirkan kurang.
  8. Rasio kompresi dan nafas buatan tidak baik, maka oksigenisasi darah kurang.
Akibat lainnya yang dapat terjadi jika RJP yang dilakukan salah adalah:
  • Patah tulang dada dan tulang iga.
  • Bocornya paru-paru (Pneumotoraks).
  • Perdarahan dalam paru-paru atau rongga dada (Hemotoraks).
  • Luka dan memar pada paru-paru.
  • Robekan pada hati.
Untuk lebih mudah mengerti proses Resusitasi Jantung Paru, dapat melihat skema berikut:



KEMATIAN
Salah satu kondisi manusia yang harus diketahui dan dikenali oleh seorang pelaku pertolongan pertama adalah MATI, walaupun pada dasarnya keadaan ini meupakan keadaan yang terakhir yang ingin dihadapi oleh seorang penolong.
Dalam Istilah kedokteran dikenal dua istilah untuk mati yaitu : MATI KLINIS danMATI BIOLOGIS.
Korban dinyatakan MATI KLINIS bila pada saat melakukan pemeriksaan korban, penolong tidak menemukan adanya pernafasan dan denyut nadi yang berarti sistem pernafasan dan sistem sirkulasi darah terhenti.
Pada beberapa keadaan penanganan yang baik masih memberikan kesempatan kedua bagi sistem tersebut untuk berfungsi kembali (reversible). Korban masih memiliki kesempatan sekitar 4 - 6 menit sebelum kerusakan otak mulai terjadi. Bila tidak segera diatasi maka akan terjadi mati biologis.
MATI BIOLOGIS berarti kematian sel, yaitu karena terganggunya pasokan oksigen dan zat makanan ke sel-sel yang menyusun jaringan tersebut akan mati dan jaringan tersebut akan terganggu. Mati biologis ini bersifat menetap (irreversible), tidak akan bisa pulih kembali. 
Masing-masing sel dan jaringan memiliki daya tahan yang berbeda-beda sebelum mengalami mati biologis. Pada manusia kematian biologis paling cepat terjadi pada sel-sel otak, yaitu berkisar 8 - 10 menit setelah henti jantung.
Otak merupakan pusat pengatur kegiatan seluruh tubuh manusia yang bila rusak tentu akan berakibat pada organ atau bagian tubuh lainnya. Walaupun muncul agak lama, ada beberapa tanda yang dapat menjadi pedoman sudah terjadi kematian pada seseorang. Tanda-tanda itu dikenal sebagai TANDA PASTI MATI yaitu;
LEBAM MAYAT
Tanda ini terjadi akibat berkumpulnya darah yang sudah tidak beredar lagi dibagian tubuh yang paling rendah, sebagai akibat gaya tarik bumi. Keadaan ini terjadi 20 - 30 menit setelah kematian terlihat sebagai warna ungu sampai kebiruan pada kulit.
KAKU MAYAT
Kaku pada tubuh dan anggota gerak setelah meninggal, biasanya terjadi antara 1 - 2 jam kemudian.
PEMBUSUKAN
Proses ini biasanya mulai timbul setelah 6 - 12 jam setelah kematian. Ditandai dengan bau yang sangat tidak enak dan jenazah biasanya sudah membengkak. Proses ini sangat dipengaruhi keadaan setempat seperti suhu, kelembaban dan lainnya.
TANDA LAINNYA : CEDERA MEMATIKAN
Cedera yang dimaksud adalah cedera yang bentuknya sedemikian parah sehingga hampir dapat dipastikan penderita tersebut tidak mungkin bertahan hidup.
HANYA DOKTER YANG BERHAK MENYATAKAN SESEORANG TELAH MENINGGAL
Apabila ditemukan tanda-tanda di atas, maka tidak perlu dilakukan Bantuan Hidup Dasar (BHD) atau Resusitasi Jantung Paru (RJP).
RANTAI PENYELAMATAN
Korban yang mengalami henti nafas dan henti jantung mempunyai harapan hidup lebih baik jika semua langkah dalam Rantai Penyelamatan / Rantai Survivaldilakukan.
Rantai Penyelamatan ini diperkenalkan oleh AHA (American Heart Association) yang mempunyai 4 mata rantai yaitu sebagai berikut:
1. Kecepatan dalam meminta bantuan
Mengenali gejala dan tanda kedaruratan sistem pernafasan dan sistem peredaran darah serta menghubungi bantuan terutama Sistem Penanganan Gawat Darurat Terpadu.
2. Resusitasi Jantung Paru (RJP)
Melakukan Resusitasi Jantung Paru secara efektif. RJP yang dimulai secara dini meningkatkan harapan hidup korban secara bermakna.
3.  Defibrasi
Ini merupakan tindakan pengejutan jantung dengan tenaga listrik, dilakukan oleh tenaga medis terlatih dengan peralatan khusus.
4. Pertolongan Hidup Lanjut
Pertolongan dilapangan yang baik tidak akan memberikan hasil yang baik bila tidak disertai penanganan lanjutan yang baik di rumah sakit. Dalam dunia kedokteran perawatan ini dikenal dengan istilah Advanced Cardiac Life Support atau ACLS.
PERTOLONGAN PERTAMA UNTUK KORBAN YANG SADAR MENGALAMI  SUMBATAN PERNAPASAN TOTAL
Sumbatan jalan nafas dapat terjadi baik pada jalan nafas bagian atas atau bagian bawah. Adapun yang menjadi jalan nafas bagian atas adalah mulut, hidung sampai ke bagian larings. Untuk bagian bawah terdiri dari bronkus dan lanjutannya.
Nah untuk sumbatan yang terjadi pada bagian ini biasanya disebabkan oleh benda asing yang terhirup atau spasme saluran nafas. Pada orang dalam keadaan sadar sumbatan biasanya disebabkan oleh makanan, untuk korban yang tidak respon adalah lidah yang jatuh ke belakang.
Kalo sumbatan ini terjadi pada korban yang tidak sadar atau tidak respon maka dilakukanlah langkah-langkah membuka jalan nafas dengan teknik angkat dagu tekan dahi atau teknik jaw thrust maneuver, namun untuk orang yang sadar penolong dapat melakukannya dengan PERASAT HEIMLICH (Heimlich Maneuver).
http://t3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQRFmPWXbkDAnWGGIyxc8G6gUDluu0GMCFVeHLNBh6VQ7xFFMSEztc2JxGt
Heimlich maneuver

Ada beberapa cara melakukan Perasat Heimlich yaitu:
A. Hentakan perut pada korban dewasa dan anak ada respon, dengan cara;
  1. Penolong berdiri di belakang korban, posisikan tangan penolong memeluk di atas perut korban melalui ketiak korban.
  2. Sisi genggaman tangan penolong diletakkan di atas perut korban tepat pada pertengahan antara pusar dan batas pertemuan iga kiri dan kanan.
  3. Letakkan tangan lain penolong di atas genggaman pertama lalu hentakan tangan penolong ke arah belakang dan atas (seperti mengulek) posisi kedua siku penolong ke arah luar, kemudian lakukan hentakan sambil meminta pasien membantu memuntahkannya.
  4. Lakukan berulang sampai berhasil, namun tetap harus berhati-hati.
B. Hentakan perut pada korban dewasa dan anak tidak ada respon, dengan cara;
  1. Baringkan korban, dalam posisi terlentang.
  2. Upayakan memberikan bantuan pernafasan, bila gagal upayakan perbaikan posisi dan coba ulangi pemberian nafas bantuan, namun jika masih gagal segera lakukan langkah berikut;
  3. Berjongkoklah di  atas paha korban dan tempatkan tumit tangan sedikit di atas pusat tepat pada garis tengah antara pusat dan pertemuan rusuk kiri dan kanan.
  4. Lakukan 5 kali hentakan perut kearah atas.
  5. Periksa mulut penderita dan lakukan sapuan jari. Bila perlu dapat dilakukanpenarikan rahang bawah, untuk bayi dan anak hanya dilakukan kalo bendanya terlihat.
  6. Bila belum berhasil juga, maka segera ulangi langkah nomor 2-5 berualang-ulang hingga jalan nafas terbuka.
C. Hentakan dada pada korban dewasa yang kegemukan atau wanita hamil yang ada respon, dengan cara; 
  1. Berdirilah dibelakang korban, lengan memeluk korban melalui bawah ketiak dibagian dada.
  2. Posisikan tangan membentuk kepalan seperti pada hentakan perut tepat di atas pertengahan tulang dada.
  3. Lakukan hentakan dada.
  4. Lanjutkan sampai jalan nafas terbuka atau korban menjadi tidak sadar.
D. Hentakan dada pada korban dewasa kegemukan atau wanita hamil yang tidak respon, dengan cara;
Langkah yang dilakukan sama seperti pada point B, hanya posisi penolong dari samping korban dan letak tumit tangan pada pertengahan tulang dada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar